Kamis, 03 Juni 2010

Kita biasa menyebut beliau “Mudir”

Membangun bukan karena ada Uang, tapi karena ada Niat!
Dalam bahasa Arab, Mudir artinya direktur, begitu juga istilah ini digunakan oleh kami warga pondok ar-Risalah untuk menyebut Kyai kami, Drs. K.H. Muhammad Ma’shum Yusuf. Hal ini karena beliau memang direktur Kuliyyatul Mu’allimin al-Islamiyyah pondok ini, sebuah sistem pendidikan pesantren modern yang dicetuskan oleh al-Marhum K.H. Imam Zarkasyi, pendiri pondok modern Indonesia.



Bagi para alumni yang pernah merasakan suka-duka di ar-Risalah, tentu mempunyai kesan yang sangat mendalam terhadap beliau. Suatu nostalgia yang takkan terlupakan ketika mengingat kembali bagaimana kita dulu menjadi  santri di ar-Risalah.

Beliau orang yang begitu kuat keyakinannya. Membangun pondok ini dari nol tanpa mengharapkan bantuan dari siapa pun. Itu karena beliau yakin barang siapa yang menolong agama Allah maka dia akan ditolong oleh-Nya. Padahal dahulu ketika masih mengajari anak-anak mengaji di bawah pohon di depan rumah beliau yang sederhana, seorang guru sekolah dasar telah menawarkan agar  kelasnya dipakai untuk kegiatan mengaji karena prihatin melihat beliau begitu melarat tidak mempunyai tempat yang layak untuk mengajar. Tapi itu semua ditolaknya, karena yakin bahwa Allah tidak mungkin mengabaikan usaha hamba-Nya yang ikhlas. Walhasil, kita bisa melihat sekarang setelah hampir tiga dekade berlalu, ar-Risalah telah berubah menjadi sebuah kota santri dengan gedung-gedungnya yang megah dan terus berkembang sampai detik ini. Dan hebatnya, semua arsitektur pondok ini beliau yang merancangnya, sekalipun beliau tidak pernah belajar ilmu arsitektur .

Hal yang membuat kami tercengang adalah kesungguhan beliau dalam membangun institusi pendidikan Islam ini tanpa menunggu bantuan dari orang lain. Beliau yakin suatu perbuatan itu dinilai dari niatnya. “A man calculated by his idea”.  Maka ketika beliau berniat untuk membangun suatu gedung, walaupun dana saat itu tidak ada, keajaiban datang. Keajaiban yang menunjukkan Allah tidak akan menyia-nyiakan tekad hamba-Nya dalam meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini.

Banyak pembangunan yang dilakukan oleh beliau awalnya meragukan dan cenderung mustahil untuk dilakukan, bahkan menjadi bahan perdebatan bagi kami para pengajar. Tapi akhirnya kami melihat hasilnya adalah sesuatu yang nyata, jadi dan sangat mungkin. Ini mungkin karena kami terlalu realistis memandang kehidupan ini, menganggap sesuatu hal yang mustahil jika hal itu diluar nalar kami. Dan Bapak Pimpinan mengajarkan kami untuk melakukan hal sebaliknya.

Kita ambil saja contoh. Kini Bapak Pimpinan mempunyai program membangun kandang kambing yang mampu menampung ratusan ekor kambing didalamnya. Sebuah gedung yang sediakalanya akan digunakan untuk kolam renang dibelakang gedung Gelora dirombak menjadi kandang kambing! Tentu saja ini sudah memunculkan perdebatan bagi kami. Bagaimana dengan nasib para santri yang biasa berenang setiap hari Jum’at melepaskan penat beraktivitas selama seminggu? Kemanakah mereka akan mencari alternatif lain? Dan pertanyaan lainnya. Tapi ternyata beliau punya pemikiran lain.

Beliau melihat kolam renang yang dibangun fungsinya kurang optimal. Hanya satu kolam renang yang digunakan para santri. Sedangkan satu lagi tidak bisa karena belum jadi. Dengan dibuatnya kolam renang itu menjadi kandang kambing. Diharapkan kayu-kayu yang banyak tidak terpakai dan disimpan di ruang-ruang kosong di gedung Reformasi putri dan SD Islam ar-Risalah bisa dipindahkan  ke kandang itu. Lalu ruang-ruang kosong  itu selanjutnya bisa digunakan menjadi kelas-kelas tambahan untuk kegiatan belajar mengajar.  Hal yang positif yang tidak terpikirkan oleh kami sebelumnya.

Kolam renang ini panjangnya sekitar seratus meter, pondasinya sudah jadi, pilar-pilarnya pun sudah berdiri tegak. Jika ingin dijadikan “kandang sapi”, maka butuh pengecoran bagian atas dan memasang genteng sebagai atapnya.

Pengecoran mulai dilakukan oleh para pekerja dan santri yang digilir hampir setiap minggu. Suatu ketika seorang pekerja melapor kepada Bapak Pimpinan bahwa besok akan dilakukan pengecoran, sedangkan dana untuk membeli bahan material tidak ada. Bukannya membatalkan pengecoran ini Bapak Pimpinan justru menyuruh pekerja itu untuk bersiap-siap dan melanjutkan pengecoran. Biarlah dana belum ada, toh kita sudah berniat untuk mengecor, masa Allah tidak mendengarnya? kira-kira begitulah yang beliau sampaikan kepada pekerja itu.

Untuk merelaksasikan tubuh, beliau tidur-tiduran diatas ranjang papan, sebari memikirkan dana mengecor  tadi. Tidak lama kemudian, tiba-tiba saja Istri beliau menempelkan amplop ke atas kening beliau, “ini adalah yang memberi.” Ketika dibukanya amplop tersebut, terdapat uang tiga juta! Langsung saja beliau berikan  sebagian uang tersebut untuk dana pengecoran  dan sebagiannya lagi untuk pembelian bahan ternak sapi. Subhanallah… Allah, memang tidak pernah melupakan hamba-Nya.
Dan begitulah ”Mudir” kita, membangun pondok bukan karena ada uang, tetapi karena ada niat!

1 komentar:

  1. Subhanallah....walhamdulillah walllahuakbar....masih teringat bagaimana saya merasakan kenikmatan belajar dikelas yang beratapkan anyaman bambu,berlantaikan tanah.Kini pondok berkembang dengan pesat seiring berjalan nya waktu dan perkembangan zaman.
    Semoga Allah swt senantiasa melindungi Ustad Ma'sum dan keluarga besar ponpes Ar Risalah...amin

    BalasHapus

Komentar Anda