Selasa, 01 September 2009

JILBAB : SEBUAH IDENTITAS YANG TAK SEPI RINTANGAN

Oleh: Ammatullah Fitri (fitriammatullah@yahoo.com)


Jilbab yang menutupi kepala,dipadu dengan busana panjang yang menutup aurat,bukan hanya bernilai selembar kain semata. Ia bukan pula sebuah simbol semata, tapi ia adalah sebuah ientitas yang berdasarkan ketaatan akan perintah Tuhan, yang dengannya seorang perempuan menunjukkan jati dirinya sebagai Muslimah yang mempunyai harga diri dan martabat yang tinggi. Namun pemakaian jilbab dari waktu ke waktu, tidaklah semulus kain. Berikut sebuah kisah nyata yang tengah membuat Umat Islam, terutama kalangan muslimah kembali terluka.


Seorang muslimah Mesir MARWA AL-SHERBINI, harus meregang nyawa akibat ditikam belasan kali oleh seorang pemuda tetanganya, ALEX W seorang pemuda Jerman keturunan Rusia, karena jilbab yang dikenakannya.

Dari jilbab tersebut ALEX W menganggap MARWA adalah seorang "teroris", masalah inilah yang telah membawa mereka ke pengadilan. Namun, disanalah, di ruang sidang di pengadilan Dresden, MARWA meregang nyawa.


Sang pelaku, ALEX W rupanya punya cukup banyak waktu untuk melampiaskan kebenciannya terhadap islam kepada MARWA. Tak tanggung-tanggung ALEX W menikam MARWA yang tengah hamil 3 bulan, sampai 18 kali, dihadapan suami dan anaknya yang berumur 3 tahun. Sang suami, ELWI ALI OKAZ, yang mencoba menyelamatkan istrinya malah ditembak petugas polisi di bagian kaki dan harus menjalani perawatan di rumah sakit karena kondisinya yang kritis.


Pembunuhan yang terjadi pada tanggal 1 Juli 2009 lalu itu, meski hanya mendapat sedikit perhatian dari media massa Jerman dan Eropa umumnya, menuai banyak kecaman dari berbagai negara di dunia. Pemakaman MARWA di Negeri asalnya Mesir, dihadiri ribuan orang yang bersimpati kepada MARWA. Begitu pula di Jerman, komunitas muslim setempat mengadakan do'a untuk MARWA di Masjid Dar-As Salam, Berlin.

Kejadian ini menjadi bukti masih sangat kuatnya Islamofobia di barat.
Dan kejadian ini bukanlah satu-satunya kejadian yang menimpa saudara kita, melainkan hanya salah satu dari sekian kejadian lain yang semisal bahkan mungkin lebih sadis dari ini.

MARWA, sang pahlawan jilbab telah meninggalkan kita. Namun keberanian dan kegigihannyaharus tetap menjadi sumber inspirasi bagi muslimah di seluruh dunia untuk terus berdiri mempertahankan identitasnya sebagai muslimah.



Kasus-kasus pelarangan jilbab sudah lama kita dengar, terutama yang terjadi di negara-negara bagian barat sana.Jerman tidak sendiri. Beberapa negara di kawasan Eropa lainnya mempunyai catatan yang sama. Sebut saja Perancis yang pada tahun 2004 menerapkan larangan-larangan jilbab di sekolah-sekolah. Hal ini menuai gelombang protes yang tak hanya dari muslimah di Perancis tapi di seluruh dunia. Namun anehnya, Mahkamah Hak Asasi Eropa malah menyatakan dukungannya dengan dalih pelanggaran tersebut tidak melangar ketentuan hak asasi manusia Eropa. Di Belanda, Swedia, Belgia dan Spanyol, pelarangan jilbab juga terjadi,wacana pelarangan jilbab juga tengah bergulir di Bulgaria, dan negara bagian Oregon, Amerika Serikat.

Mungkin kita mengira pelarangan-pelarangan jilbab di negara-negara tersebut wajar karena toh mereka bukanlah negara yang mayoritas penduduknya muslim. Tapi siapa bilang di negara nuslim pelarangan jilbab tidak terjadi. Turki, sebuah negara yang mayoritas berpenduduk muslim, namun berhaluan sekuler, melarang penggunaan jilbab di sekolah, universitas dan berbagai institusi pemerintahan.

Larangan yang dilakukan pada tahun 80-an ini tentu berimbas pada kehidupan muslimah. Namun pada awal 2003 larangan itu di cabut, Di Tunisia, yang jelas-jelas mayoritas penduduknya muslim juga mendiskreditkan dan mengeluarkan larangan-larangan serupa.

Nah, bagaimana dengan INDONESIA...........?????
Memang larangan jilbab tidak pernah dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah. Namun bukan berarti tidak pernah ada pelarangan di Indonesia. Beberapa peristiwa telah terjadi. Ditahun 2005 tercatat beberapa perusahaan melarangan para karyawan muslimahnya mengenakan jilbab.Begitu pula di beberapa rumah sakit di Jakarta, perawat-perawat muslimah dilarang mengenakan jilbab saat sedang menjalankan tugasnya. Jauh sebelum itu, pelarangan di sekolah pun sempat terjadi.

Itulah sebagian rintangan yang terdapat dalam perjalanan selembar jilbab.Tetapi beragam rintangan dan halangan tersebut tidak boleh menyurutkan langkah muslimah dalam menunjukkan eksistensinya. Dan semangat serta keberanian muslimah tak boleh luntur dalam mempertahankannya.

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda