Sabtu, 28 November 2009

Ayah (Sebuh kisah)

Sebuah cerita dari salah seorang alumni:

AYAH

Sabtu, 15/08/2009, Pukul 02.45

Jam 12 malam lebih 1 menit 53 detik Hand Phone ini berbunyi, kuterima, ternyata Kakakku yang laki-laki. "Ya halo?" sahutku tanpa salam terlebih dahulu. Kali ini jawabannya agak beda "Drie, besok pulang ya?" pintana pelan sekali. "emang kenapa?" tanyaku tanpa curiga. "yang tabah ya, yang sabar..." Kini aku sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan ini, entah kenapa, aku tidak merasakan kaget, entah karena didikan di pondok ini yang membuat mentalku kuat untuk menerima semua ini, atau karena aku anak yang kurang berbakti kepada orang tua sehingga menangis tanda sedih pun tidak bisa. Kakakku berkata, "Bapak sudah meninggal tadi malam..."


Sudah lama kuingin menulis kisahku dan Ayahku yang biasa kupanggil Bapak, sebab hanya dengan mengingat beliau air mata ini mengalir, membayangkan betapa berdosanya aku kepadanya.

Empat tahun yang lalu, tepatnya 8 Juli 2005, aku dan ayahku menginjakkan kaki untuk pertama kalinya dibumi ar-Risalah, jika biasanya sorang anak diantar Keluarganya satu rombongan ketika mendaftarkannya di pesantren, aku hanya berdua, dengan ayahku, karena tidak adanya dana, itupun dana yang didapat untuk daftar berasal dari pinjaman Bank, karena ayahku memang hanyalah seorang pensiunan PNS dan mempunyai tunjangan bulanan yang pas-pasan untuk menghidupi 4 anggota keluarganya. Jangan ditanyakan bagaimana sedihnya waktu itu. Dan itu semua karena aku, aku yang semestinya sudah kelas dua SMA di sekolah paling favorit di tempat asalku, aku yang nakal sering bolos sekolah sehingga Ayah berkali-kali harus menahan malu dipanggil oleh sekolah. Dan aku yang membuat ayahku yang tidak pernah marah muntab mengeluarkan emosinya dengan kelakuanku yang tidak mau ikut ujian akhir tahun. Jujur, seumur hidupku, hanya satu kali aku melihat Ayah marah, yaitu kepadaku. Inilah hal yang selalu membuatku menangis jika mengingatnya.

Kini, di ar-Risalah, dengan niyat murni karena Allah, aku mulai kembali belajar. Dan menurunkan berkah-Nya kepda mereka yang berada dijalan-Nya, rizki yang mengalir ke keluaregaku begitu deras, dimulai dari kakak laki-laki yang menjadi PNS dan karirnya yang langsung melesat keatas, lalu kami jadi bisa memiliki beberapa kendaraan, bahkan Ayah mendapat pekerjaan baru menjadi konsultan perusahaan air minum swasta yang gajinya hampir 10 kali lipat dari tunjangan pensiun Beliau. Kemudian keluargaku bisa pergi bersama menegokku ketika kelas lima. Sungguh besar karunia Allah yang diberikan bagi orang yang mau berjuang di jalan-Nya.
Lalu ayahku mulai sakit, dimulai dari penyakit jantung koroner. Memang waktu itu belum seberapa, mulai memburuknya adalah ketika di akhir Ramadlan, dokter mengatakan bahwa beliau hampir terkena gagal ginjal jika pola makannya tidak dijaga. Setelah itu penyakit jantung beliau semakin berat, bertepatan dengan masa tugasnya sebagai konsultan telah usai.

Terakhir kulihat Ayah ketika aku harus pulang sebelum UN untuk chek-up penyakit TBC-ku, kulihat beliau begitu kurus dari biasanya, ketika kupegang pundaknya pun begitu menyedihkan, hanya terasa kulit yang membalut tulang, itu karena memang pola makannya menjadi Vegetarian. Setelah itu aktifitas Ayah hanya di dalam rumah, bahakan acara wisudaku pun Ayah tidak bisa hadir, hanya kedua kakakku yang hadir, karena Ibu harus menjaga Ayah. Sedih, sedih sekali waktu itu, bukan hanya karena tidak dihadiri oleh orang tua, tetapi karena aku bisa memprediksikan bahwa ini adalah Wisudaku terakhir yang bisa diketahui Ayah.

Berat sekali menulis ini, air mataku menetes baru saat kuketik kisah ini di layar komputer. Harapku, Ayah bisa melihat semua anaknya menikah. Tapi Tuhan punya rencana lain. Aku tidak merasakan firasat sebelumnya, kosong. Hanya saja, setelah kakakku menelepon, kucium bau kapur barus melewatiku.

Aku harus pergi ke Bogor, tempat keluarga besarku dimana Ayah meninggal, walaupun aku tahu aku tidak bisa menghadiri pemakamannya karena jarak yang begitu jauh sehingga ketika Ayah dimakamkan hari ini. aku baru sampai besoknya. Mohon doanya dari pembaca sekalian untuk Ayahku tercinta, Drs. H. Subagia alm. Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa'fu'anhu...

Sabtu, 28/11/1009

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, La ilaha illahu akbar, Allahu Akbar walillahi Al-hamd....

Tepat setelah 40 hari Ayahku meninggal, Bibiku yang merupakan adik kesayangan beliau menyusulnya, disertai keterkejutan seluruh anggota keluarga karena sebelumnnya Bibi adalah perempuan yang sehat, pekerja keras, penuntut ilmu yang gigih, perhatian terhadap orang lain, dan segudang kebaikan yang persis sama dimiliki ayahku, Dalam keluarga ayahku, tidak ada lagi saudara yang mempunyai kelebihan setelah mereka berdua, semua orang merasa kehilangan.

Hari-hari pertama kehilangan Ayah kulalui dengan biasa saja, tapi sahabatku bilang, akan terasa sepinya jika sudah bertemu hari raya, entah Idul Fitri atupun Idul Adha, dan aku mulai merasakannya.

Gema takbir telah berkumandang di seantero dunia ini, ada yang bahagia, bersyukur atas nikmatnya, dan mungkin ada pula yang bersedih, merasa bahwa dirinya belum bisa menjadi Muslim sebenarnya. Bagiku sendiri, yang kuingat hanya Ayah, Bagi seorang anak yang berbulan-bulan tidak bertemu dan tak satu patah kata pun yang bisa terdengar di akhir hayatnya, adalah menyedihkan dan menyakitkan. Bagi seorang remaja yang belum bisa menunjukan prestasi dan keberhasilannya dihadapan Ayahnya, bahkan masih menjadi beban keluarga dan belum bisa mandiri, adalah memalukan.

Yaa Rabbana...
Dalam hari-Mu yang Agung ini,
berilah hamba Keyakinan yang sempurna akan Ke-Esaan-Mu, sehingga menjadi Muslim yang berguna bagi orang tuanya, di dunia dan di akhirat.
berilah hamba Kekuatan dalam mengarungi samudra kehidupan yang penuh badai cobaan dan ombak tantangan sehingga tetap di jalan-Mu.


Memang hamba lemah
tidak sekuat Ibrahim yang tegar menentang penguasa yang zhalim
juga setabah Siti Sarah ketika ditinggal di padang tandus seorang diri
ataupun seikhlas Ismail ketika dirinya harus dikorbankan

Kabulkanlah doa-doa Hamba-Mu ini, dengan cara terbaik-Mu, kuserahkan semuanya pada-Mu, karena engkau Maha Mengetahui akan masalah hamba-Nya, Amin...Amin...Amin...

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda