Sabtu, 03 Maret 2012

Perubahan dimulai dari diri kita sendiri


Satu hal yang pasti. Sangat sulit sekali untuk merubah karakter orang lain. Yang paling memungkinkan ketika menemui kasus ini adalah dengan mulai merubah diri kita sendiri. Mencoba untuk menunggu orang memahami kita sering berujung kepada keputus-asaan. Akan lebih cepat jika kita aktif dengan memahami mereka dan melakukan penyesuaian agar mereka menjadi paham akan diri kita
.
Diceritakan, seorang bos sebuah perusahaan besar memiliki karakter yang menjengkelkan bawahannya. Bos ini memang pintar, tapi selalu bertindak sendiri dan menjadikan bawahannya layaknya babu. Padahal bawahannya juga pintar. Akhirnya setiap kali bawahannya diberi perintah, mereka mengerjakannya dengan setengah hati.


Namun ada satu bawahannya yang berbeda. Dia tidak memusingkan bagaimana sikap bosnya yang dianggap terlalu egois oleh rekan-rekannya. Dia hanya bekerja sebaik mungkin. Jika bosnya memberikan perintah. Maka dia akan bekerja melebihi apa yang diinginkan bosnya. 

Lalu jika si-Bos menyuruh suatu pekerjaan. Ia mengerjakannya dengan sempurna. Laporannya bukan hanya satu. Tapi juga dua ditambah laporan lain yang melengkapi laporan utama. Bosnya puas.
Dalam rapat, bosnya akan biasa berkata, “Kamu, kerjakan ini. Dan kamu kerjakan itu.” Sedangkan untuk bawahan yang berbeda tadi malah ditanyakan, “Bagaimana menurutmu tentang pekerjaan ini?” dia mendapat kedudukan yang istimewa dibandingkan rekan-rekannya. Rekan-rekannya pun akhirnya menumpahkan segala unek-unek yang ada dalam hati mereka tentang bos mereka. Dan dia tanggapi dengan positif. Menjadi perantara agar inspirasi yang bisa memajukan perusahaan yang selama ini mengendap di pikiran para bawahannya bisa disalurkan. Dan dia merubah segalanya hanya karena merubah dirinya sendiri.
Ini kisah asli yang terjadi di Amerika, yang menceritakannya Steven R. Covey, seorang penulis yang terkenal dengan buku 7 Kebiasaan manusia yang paling efektifs. Dia menceritakan, ketika awal-awal berumah tangga, dan mempunyai seorang anak laki-laki. Mereka menemui masalah. Anak mereka tumbuh dengan mental yang sangat lemah. Menjadi objek ejekan teman-temannya di sekolah. Ketika berolahraga, ia selalu gagal menyelesaikan permainannya. Yang bisa kedua orangtuanya lakukan hanyalah menyemangatinya, bahwa ia bisa, jika ia gagal, dikakatan bahwa ia hanya gagal sedikit, masih bisa dicoba lagi. Kedua orangtuanya menjadi benteng yang menopang anaknya di belakang.
Double Bracket: The most important thing that we must do when this nation was damaged is not by reforming it, because it is bugging up. 
But it begins from reforming ourselves. 
Because this existed nation is from our existing
Ternyata usaha yang mereka lakukan tidak banyak membuahkan hasil. Anaknya termotivasi di awal, tapi kemudian gagal lagi. Hingga akhirnya mereka sadar. Usaha yang mereka lakukan hanyalah sebuah pemaksaan diri. Anak mereka semakin lemah dan tidak mandiri. Mereka pun mulai berbenah. Mulai instropeksi diri dan merubah diri mereka sendiri. Walhasil, anak mereka ikut berubah. Menjadi anak yang mandiri yang sukses. Bukan hanya olahraga, tapi juga aktifitas lain di kehidupannya. Anaknya pun akhirnya menulis buku 7 kebiasaan paling efektif untuk remaja.

"Yang harus kita lakukan ketika bangsa ini rusak adalah bukan memperbaiki bangsa itu sendiri, karena akan menghabiskan energi kita. Tapi mulailah dengan memperbaiki diri kita sendiri. Karena bangsa ini ada karena adanya diri kita."

Banyak orang yang ingin dimengerti, tapi mereka tambah dijauhi orang-orang
Itu wajar, karena merekalah orang-orang yang egois
Maka mengertilah orang lain, mengapa mereka berkelakuan seperti itu, ketika kita mengerti, akan timbul perubahan sikap dari diri kita terhadap orang-orang yang dulu tidak kita mengerti, dan mereka pun akan memahami kita


0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda